Minggu, 08 September 2013

Berawal dari kata Pengandaian






Semuanya berawal dari kata pengandaian. Seandainya, seumpamanya dan berbagai kata yang menyiratkan sebuah kata pengharapan. Begitupun diriku, seandainya aku bisa selugas Andrea Hirata dalam menceritakan kisah hidup dan luapan isi hatinya dengan jutaan kata yang menguntai indah. Tentunya diriku bisa menyaingi ketenarannya. Namun harus ku akui, aku belum sehebat beliau. Walaupun demikian, aku tetap mengandaikan diriku bisa sebagai penulis dan sastrawan yang handal. 
Diriku tak tahu kenapa bisa memikirkan dan mengimpikan hal tersebut. Aku hanya tahu ketika ku membaca sebuah cerita, novel dan sejenisnya membuat berada didunia lain. Dunia yang melarikan diri dari dunia nyata. Dunia imajinasi penulis. Hal itu yang kuharapkan. Membawa pembaca ke dunia imajinasiku.

Saat ini dirku masih berkutat dengan panasnya kursi perkuliahan. kursi yang meninggikan statusku menjadi seorang mahasiswa. Baru kusadari setelah itu kenapa banyak orang memperebutkan kursi. Karena status yang ingin mereka duduki. Status yang membuat orang merasa tidurnya nyenyak, kebutuhan terpenuhi dan hidup yang makmur. 
Itulah diriku, sama seperti kebanyakan orang yang memprebutkan kursi. Status itu tak kumanfaatkan dengan baik dengan menjalankan fungsi dari seorang mahasiswa itu sendiri. Melainkan hanya memanfaatkannya seperti alasan banyak orang memprebutkan kursi.

Ku sadari, semua keinginan mesti dengan tekad yang kuat seperti Maryamah Karpov yang belajar catur dari mulai cara memegang pion hingga mampu menjuarai tournament catur 17 agustusan dan mengalahkan kaum lelaki dengan kepariatannya. (Novel Maryamah Karpov, Andrea Hirata). 
Ketekunan yang menyala seperti seorang Azam berjualan tempe sambil kuliah untuk membiayai uang kuliahnya setelah ayahnya dipanggil menghadap ilahi untuk selamanya hingga ia mampu menamatkan kuliahnya dengan baik. (Ketika Cinta Bertasbih, Habbiburrhaman El Sharayi).
Aku mencoba belajar dari hal itu, memahami dan melaksanakan nya. Harapan orang tua berada didadaku. Saatnya membanggakan hal yang kuraih dengan dua kunci kata tersebut. Tekad dan tekun. Kali ini kuawali semester masih seperti semester sebelumnya dan aku berjanji pada diri sendiri, orang tua untuk tak terulangi di semester depan.
Mengawali dengan buruk. Masih dengan batas pengambilan mata kuliah yang minimalis dan mempersempit peluangku lulus sesuai harapan. Namun ku bersyukur karena tidak menyesal dan mencoba mengubah dan mengambil hikmah untuk melakukan yang terbaik.
Diriku menyesal karena diriku tidak bersyukur. Saatnya bergerak maju, maju kedepan. Pernah ku pelajari bahwa diriku terpaku pada sebuah kalimat. Malu mundur kebelakang, takut maju kedepan. Kalimat pengecut. Julukan untuk diriku juga. 
Julukan bukan sebuah pembenaran. Hanya pengenalan awal. Judul. Boleh saja hal itu melekat. Walaupun mempengaruhi. Isinya tetap berada ditangan penulis. Seandainyapun tidak pernah ada. diganti dengan judul lain. Isinya tetap sama. Dengan jalan cerita yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar