Senin, 23 September 2013

Tujuh Jalan Pintas untuk Sukses dalam Belajar

Belajar adalah jalan untuk kesuksesan. Semakin banyak pilihan jalan pembelajaran. Tinggal seberapa cepat kita menempuhnya. Menjadikan kita unggul dalam prestasi. Oleh sebab itu, kita harus mengetahui jalan pintas untuk sukses dalam belajar. Ada 7 jalan yang mesti ditempuh :

1. Belajar Keras
Belajar dengan tekun dan teratur. Mengelola jadwal kegiatan dengan baik. Coba maksimalkan waktu belajar untuk fokus dan serius. Evaluasi cara belajar dengan banyak bertanya dan mencari sumber pembelajaran yang valid.

2. Belajar Cerdas
Efisiensi waktu dengan belajar menggunakan segala kemudahan. memafatkan bantuan pernagkat lunak komuter dan aplikasi teknologin lainnya. Menyusun Strategi belajar yang kondusif dan inspiratif. Selingi dengan kegiatan produktif seperti mencoba menghapal lagu baru dll.



3. Belajar Tangkas
Spesialiasikan tingkat pembelajaran yang diinginkan. Apabila lebih mudah memahami dengan banyak melihat gambar atau tulisan, segera perbanyak bahan bacaan yang sesuai. Juga jika lebih menginginkan pembelajaran dengan audio, maksimalkan dengan banyak bertanya ataupun mendapatkana video pembelajaran yang sesuai.


4. Belajar Antusias
Tingkatkan motivasi dengan menanamkan impian yang nyata. Pacu dengan mengukur tingkat konsekuensi akibat menghindar dari tugas dan kewajiban belajr.  Serahkan hasil akhirnya kepada yang Maha Menilai
 5. Belajar Bernas
Bernas berarti berisi, penuh. Bisa juga disebut produktif. Menghasilkan belajar yang senantiasa selaras tujuan akhir. Berproses dengan baik dan mendapatkan hasil yang diharapkan. Tingkat keproduktifan belajar adalah kemampuan untuk berbagi ilmu. Karena semakin ilmu dibagi semakin ilmu itu bertambah

6. Belajar Ikhlas
Belajar ikhlas berarti kesediaan yang tulus. belajar dengan hati dan niat yang baik. Menghasilkan karya dan jasa yang murni untuk kebaikan bersama.

7. Belajar tanpa pernah Puas!
Kemauan belajar yang rutin. Mencoba hal-hal baru. tidak pernah puas dengan hasil. Memperbaiki proses. Mengevaluasi kinerja belajar. semakin mengembangkan diri jadi pembelajar yang selalu lapar dan rendah hati.

http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/23/7-jalan-pintas-untuk-sukses-dalam-belajar-594355.html

Minggu, 08 September 2013

Berawal dari kata Pengandaian






Semuanya berawal dari kata pengandaian. Seandainya, seumpamanya dan berbagai kata yang menyiratkan sebuah kata pengharapan. Begitupun diriku, seandainya aku bisa selugas Andrea Hirata dalam menceritakan kisah hidup dan luapan isi hatinya dengan jutaan kata yang menguntai indah. Tentunya diriku bisa menyaingi ketenarannya. Namun harus ku akui, aku belum sehebat beliau. Walaupun demikian, aku tetap mengandaikan diriku bisa sebagai penulis dan sastrawan yang handal. 
Diriku tak tahu kenapa bisa memikirkan dan mengimpikan hal tersebut. Aku hanya tahu ketika ku membaca sebuah cerita, novel dan sejenisnya membuat berada didunia lain. Dunia yang melarikan diri dari dunia nyata. Dunia imajinasi penulis. Hal itu yang kuharapkan. Membawa pembaca ke dunia imajinasiku.

Saat ini dirku masih berkutat dengan panasnya kursi perkuliahan. kursi yang meninggikan statusku menjadi seorang mahasiswa. Baru kusadari setelah itu kenapa banyak orang memperebutkan kursi. Karena status yang ingin mereka duduki. Status yang membuat orang merasa tidurnya nyenyak, kebutuhan terpenuhi dan hidup yang makmur. 
Itulah diriku, sama seperti kebanyakan orang yang memprebutkan kursi. Status itu tak kumanfaatkan dengan baik dengan menjalankan fungsi dari seorang mahasiswa itu sendiri. Melainkan hanya memanfaatkannya seperti alasan banyak orang memprebutkan kursi.

Ku sadari, semua keinginan mesti dengan tekad yang kuat seperti Maryamah Karpov yang belajar catur dari mulai cara memegang pion hingga mampu menjuarai tournament catur 17 agustusan dan mengalahkan kaum lelaki dengan kepariatannya. (Novel Maryamah Karpov, Andrea Hirata). 
Ketekunan yang menyala seperti seorang Azam berjualan tempe sambil kuliah untuk membiayai uang kuliahnya setelah ayahnya dipanggil menghadap ilahi untuk selamanya hingga ia mampu menamatkan kuliahnya dengan baik. (Ketika Cinta Bertasbih, Habbiburrhaman El Sharayi).
Aku mencoba belajar dari hal itu, memahami dan melaksanakan nya. Harapan orang tua berada didadaku. Saatnya membanggakan hal yang kuraih dengan dua kunci kata tersebut. Tekad dan tekun. Kali ini kuawali semester masih seperti semester sebelumnya dan aku berjanji pada diri sendiri, orang tua untuk tak terulangi di semester depan.
Mengawali dengan buruk. Masih dengan batas pengambilan mata kuliah yang minimalis dan mempersempit peluangku lulus sesuai harapan. Namun ku bersyukur karena tidak menyesal dan mencoba mengubah dan mengambil hikmah untuk melakukan yang terbaik.
Diriku menyesal karena diriku tidak bersyukur. Saatnya bergerak maju, maju kedepan. Pernah ku pelajari bahwa diriku terpaku pada sebuah kalimat. Malu mundur kebelakang, takut maju kedepan. Kalimat pengecut. Julukan untuk diriku juga. 
Julukan bukan sebuah pembenaran. Hanya pengenalan awal. Judul. Boleh saja hal itu melekat. Walaupun mempengaruhi. Isinya tetap berada ditangan penulis. Seandainyapun tidak pernah ada. diganti dengan judul lain. Isinya tetap sama. Dengan jalan cerita yang berbeda.

Kamis, 01 Agustus 2013

Harapan berbatas awan

Emas tak bisa kujanjikan padamu ketika aku hanya memiliki perak
Jantung takkan ku berikan ketika kau meminta hati
 Karena aku masih di awal jalan yang panjang
'Belum' mampu meraih mimpi di ujung awan
Kukasih tanda petik menandakan aku masih berjuang
Tertinggal aku bukan karena lambat
Melainkan ada yang lebih cepat dan lebih dahulu
Jalan berbeda ku tempuh saat yang lain mencapai tujuan
Itu bukanlah tersesat, tetapi meraih pintu yang terbuka
Aku memilih hidup tak hanya menjalankannya


Nafas perjuangan senantiasa berhembus menghela harapan
Dengan sang waktu menjadi pujangga
Berdiri berkoar menantang kemenangan di pucuk awan
Saat semua terus berjalan mengitari dengan kaki kaki lelah
Berbatas harapan mencari petuah
yang jawabannya hilang dalam gumpalan






Rabu, 31 Juli 2013

Memberilah sebelum tak bisa memberi

Segala kemudahan adalah berkah yang patut disyukuri. kemudahan untuk hidup, kemudahan untuk bernafas, kemudahan untuk tersenyum dan masih banyak kemudahan yang menurut pribadi hanyalah sebuah kebiasaan yang terbiasakan,

Tak perlu disebutkan ada orang-orang yang menunut kemudahan itu setelah mereka tidak memilikinya lagi. Saat menjelang kepergiannya, pak Sutar selalu tersenyum. Ia selalu menuntut penjenguknya untuk membalas senyumnya. Ia benci mengetahui kesusahan dimanja, benci saat pengasihan orang terhadapnya dengan bermuka masam ditambah kusut seakan beradegan ia akan mati esok. Ia hanya ingin saat orang-orang menjumpai, mereka berpikir pak Sutar masih punya waktu seribu tahun lagi hidup di dunia ini. meng-amnesia-kan diri dengan kelumpuhan yang ia peroleh, diabetes yang menjangkiti, stroke ringan yang mulai membayangi bukanlah alasan orang-orang melupakan kemudah kemudahan yang telah diberikan.

Minggu, 30 Juni 2013

Sebuah sore

Inderaku menyalak

bangun dari persurian

menjeda lelah yang tak tampak

tergumam lembutnya sentuhan


Cantiknya bayang awan

menyasar selaput langit

anak burung yang menantang dengan kepakan

pertama, anak ayam berdecit, riang

Andai sebuah sore itu beda

aku memilih waktu yang sama

dengan jumlah yang disita

untuk berani mencoba


cahaya mentari terbatas

dalam sekat yang lepas

gelap menyingsing, retas

kepikukan bebas

 

Semua hal berakhir

dengan arahan sendiri

namun aku terpaku

pada keriangan masa lalu

 

Jumat, 24 Mei 2013

Saudara tua

 
“ Nak kemano kau?”
            Saudara tua bertanya dengan ketus.
            “Ikut abang maen”
            Adik pertama memelas.
            “Dak usah, Sano balek!”
            Hardik saudara tua seperempat berteriak.
            “Ikutlah bang,”
            Melas adik pertama, tiga perempat memaksa.
            “ Idak!, Balek!!”
            Satu pekikan, selesai.

Adegan diatas terjadi ketika seorang adik pertama berusia enam tahun ingin ikut bermain dengan saudara tuanya berusia delapan tahun. Dengan usia yang tidak terlalu jauh, seharusnya mereka bisa bermain bersama. Karena berdasarkan pandangan psikologi. Anak pada usia dibawah dua belas tahun memiliki kecendrungan mempunyai teman bermain maksimal tiga tahun rentang masa usianya. Semakin usianya bertambah, rentang usia tersebut semakin kecil.  Itu masih sebatas teori. Masih banyak pengaruh lain yang bisa mengingkari teori tersebut.
“kami (aku) akan menjadi musuh bagi abang!, musuh yang baik. Bukan musuh yang buruk. Siap bersaing untuk menjadi yang terbaik, menjadi yang lebih diperhatikan. Kami (aku) akan menjadi anak yang lebih membanggakan dikeluarga”
Janji seorang adik pertama pada sebatang pohon jambu air di depan rumah yang ia panjat. -pohon yang bakal ditebang 15 tahun kemudian-.
Tahun berikutnya adik pertama mendapatkan seorang adik yang ia tidak tahu bagaimana proses pembuatannya. -sebelum ia memergoki kedua orang tuanya bercengkrama dengan polos di kamar pada tahun berikutnya-
Adik pertama menjadi saudara tua. ia mendapatkan perangkat game terbaru dari orang tuanya  untuk berhenti mengganggu dan mengerjai adiknya yang sudah berusia enam tahun.
“Bang ikut maen”
Adik mengiba.
Saudara tua diam.
Tatapan adik mengemis.
Saudara tua acuh.
“Bang, maen samo yo”
Adik menggoyang tangan saudara tua. Game lose.
           
Adegan selanjutnya penuh unsur kekerasan. Tidak dianjurkan untuk diceritakan. Menurut psikologi, tindakan kekerasan merupakan penyakit menular. Apabila diceritakan secara runtut dan terperinci akan melahirkan tindakan kekerasan baru yang lebih tidak terkorelasi penyebab dan akibatnya.
Saudara tua pertama dikirim ke rimba. Saudara tua dipondokkan asrama. Tinggal adik di rumah menjadi anak yang dibanggakan. -sebelum tahun berikutnya lahir adik terakhir yang menggeser posisi tersebut-
Adik menjadi saudara tua. –déjà vu-  
Dicky Ingusan
Semarang, 25 mei 2013

Katakan saja

Rentangkan kedua tanganmu selebar-lebarnya teman,
Tidak ada waktu yang bisa membunuh kita.
Saat ini
Hirup dengan segar udara kehidupan teman.
Pikiran adalah batas pernafasan
Dalam dan panjang.
Kepalkan tangan di depan sunggingan senyum tulus teman
Musuh bukanlah musuh yang berkhianat.
Itu adalah teman.
Bukan salah cinta yang menolak
Karena hati tidak bisa menerima
Jelas aku menolak cinta yang tertolak teman
Maka itu tolaklah dirimu sendiri.
Lambaikan tangan di depan cinta
Katakan padanya cinta itu tetap milikmu
Dicky Ingusan
25 Mei 2013