Senin, 18 Maret 2013

Kejujuran*




Kejujuran dengan tanda bintang di bagian atas akhir katanya. Dalam sebuah hubungan, kejujuran adalah nilai yang dijunjung untuk meningkatkan kepercayaan. Lalu bagaimana dengan kejujuran dengan tanda bintang di bagian atas akhiran katanya?  Itu yang ingin saya bahas pada artikel kali ini. Saya jujur* memaparkannya. 



Ketika sebuah kata diberi akhiran tanda bintang pada bagian katanya, berarti kejelasan katanya masih harus diimbuhi oleh keterangan lanjutan. Pada kasus ini, kejujuran adalah sifat dasar manusia yang mengungkapkan apa adanya tanpa ada tambahan apapun. Lalu  bagaimana bisa terjadi penambahan simbol bintang pada bagian atas akhirannya? Kita harus jujur* mengutarakanya, meng-timurkannya, meng-baratkannya, ataupun meng-selatannya. Tidak peduli berbagai perbedaan arah kompas yang anda anut. Harus mampu menjelaskannya!
Saat dosen saya akan memberikan pelajaran. Beliau memberikan info kepada kami, bagaimana format pemberian nilai mata kuliah. Kebetulan beliau adalah wakil ketua jurusan, bidang pengajaran dan kemahasiswaan. Segala hal yang berkaitan dengan mahasiswa harus berhubungan dengan dosen yang paling cantik ini sebelum dosen yang lain. Beliau adalah satu-satunya dosen perempuan di jurusan. Selama 31 tahun-red jurusanku telah berdiri, beliaulah yang mampu mendobrak kemapanan para dosen pria. Sudah menginjak 50 tahunan lebih, namun masih terlihat cantik, seksi dan menarik. Saya jujur kali ini. Paling ga itu menurut suaminya. :P . Beliau masih terlihat muda. Seumuran 30 tahunan jika hanya sekedar melihat sekilas. Masih dikategorikan kurus, bagian belakang yang masih berisi  dan kencang . Serta bagian depan atas yang tidak terlalu menonjol.
Saya menceritakan gambaran fisiknya agar anda tahu bahwa selain terpelajar ( beliau adalah doktor di bidang konversi energi), juga beliau punya prilaku hidup sehat yang mampu menjaga kondisi tubuhnya tetap prima. Kembali kepada nilai mata kuliah. Untuk masalah rumit ini, selain memang untuk mencapainya dibutuhkan ketekunan dan kerja keras juga diperlukan kejujuran*. Oleh sebab itu  bidang pengajaran  dan kemahasiswaan menerapkan sistem rumus N = Na (1-E) untuk dasar penilaian pada mahasiswa. N adalah nilai akhir yang akan masuk sebagai nilai dalam transkip. Sedangkan Na merupakan nilai mula-mula yang diberikan dosen berdasarkan hasil dari pembelajaran satu semester kebelakang. Lalu bagaimana dengan E? dijelaskan lebih lanjut oleh beliau. E merupakan nilai kejujuran* yang hanya mempunyai dua skala, 0 dan 1. 0 untuk anda dinilai jujur* dan 1 berarti anda dinilai tidak jujur*. Jadi dapat dipastikan, jika anda dinilai tidak jujur maka hasil belajar anda tidak dianggap sama sekali alias mengulang tahun depan!. Kebetulan di jurusan saya tidak ada semester pendek. Artinya ketika mata kuliah yang anda ambil itu gagal maka hasilnya anda hanya bisa memperbaiki atau mengulangnya tahun depan.
Pada kesempatan ini akan ada banyak bintang lagi dibalik kejujuran*. Karena tidak selamanya jujur adalah angka mutlak dalam penilaian. Walau ibarat memilih pilihan yang bernilai sama. Namun ada perbedaan mendasar. Orang yang tidak jujur* bisa dianggap jujur*, jika ia mampu menutupi ketidakjujuran* atau  tidak diketahui oleh orang bahwa tidak jujur*. Inilah yang menjadi masalahnya. Dengan penerapan rumus seperti itu, tidak mencerminkan jujur* menjadi nilai mutlak. Namun membunuh kejujuran* itu sendiri. Karena rumus itu hanyalah jalan pintas dari sistem yang tidak mampu menumbuhkan kejujuran* secara alami. Jadi seakan-akan pendidikan hanya sebuah nilai-nilai yang tampak dan menutupi kecurangan yang ada. maksud saya, mahasiswa tetap bisa melakukan kecurangan asal tidak terlihat (diketahui) oleh sistem. Selesai. Setelah mahasiswa lulus pengajaran tidak bertanggung jawab lagi atas kejujuran* alumnusnya. Itu tanggung jawab masing-masing. Oleh sebab itu banyak alumnus yang berpendidikan terjebak kasus hukum karena tidak jujur*.

Saya tidak menilai jelek keputusan dari sistem yang dijalankan. Saya hanya ingin menganalisa dan mengkritisinya secara alamiah. Bukan aturannya yang salah melainkan cara penerapannya yang menjadikan sistem itu tidak berjalan semestinya. Bukan hanya dibidang pendidikan, di kehidupannya lainnya banyak kejujuran* hanyalah selembar kertas. Kebiasaan atau sikap yang jujur alami menjadi barang mewah. Semoga kita bisa saling jujur tanpa syarat dan tanpa bintang bagian atas akhiran katanya. Hidup kejujuran!
Dicky Ingusan*
16 Maret 2013

*-Penulis juga pernah berbuat tidak jujur* dengan memalsukan tanda tangan teman pada absensi. Pernah juga tidak jujur* dengan mengisi quis mata kuliah teman. Kali ini beruntung ketahuan langsung oleh dosen bersangkutan karena peserta kuliahnya yang sedikit. Perbuatannya langsung diganjar kegagalan pada mata kuliah tersebut. (Sebenarnya karena penulis langsung mengundurkan diri dari mata kuliah tersebut karena rasa bersalah)-

2 komentar: